Selasa, 23 Februari 2010

KITA adalah apa yang KITA pikirkan mengenai diri kita sendiri

Dari judulnya sih mungkin sudah bagus nih,tapi coba kita lihat isinya (lebih tepatnya di baca bukan dilihat saja). Oh tentu itu relative dong! Coooobaaaa…..

Mungkin banyak contoh kasus yang saya maksudkan pada judul diatas. Itu judul pun referensi dari sebuah buku yang saya baca,bukan saya makan. Setelah saya sedikit demi sedikit sampai hatamnya, dan setelah saya piker-pikir juga, ya ternyata saya bisa mengamini judul diatas, judul yang berbunyi apa bila di bacakan (saya tidak peduli logat yang digunakan memakai logat apapun) akan berbunyi seperti ini “KITA adalah hasil dari apa yang KITA pikirkan mengenai diri kita sendiri”. Ya diri kita sendiri, jelas bukan orang lain.

Suatu hari saya menemukan seorang preman di suatu pasar, entah itu pasar mana terlanjur lupa untuk saya mengingatnya. wah betapa bangganya saya menemukan seorang preman, mungkin sama bangganya ketika cristopher coloumbus menemukan benua amerika (walau di sebagian sumber mengatakan bahwa penemu amerika adalah orang-orang afrika, bukan lah crhistoper coloumbus yang menemukannya, tapi james cook lah yang menemukan benua Australia). Dan kenapa preman itu disebut preman padahal sama saja dengan kita, makan dengan nasi bukan dengan tangan. Dan mungkin itu pasti! Yang saya maksudkan dalam judul. Pola pikir yang membedakannya, si preman itu mengganggap/berpikir bahwa ini loh saya ini seseorang(preman) yang berani,tidak takut mati,yang bisa menguasai daerah ini atau apa lah kata-kata/pemikiran yang mengagungkan dirinya sendiri (tentu bukan orang lain), maka jadi lah si orang itu menjadi seorang preman.

Di suatu lain hari pula, hari dimana tidak sama dengan hari di atas. Saya menemukan seseorang, ya seseorang, bukanlah bola lampu yang saya temukan seperti yang di temukan oleh Thomas alva Edison. bisa dikatakan si orang yang kebeneran itu adalah teman saya yang cerdas,pintar atau apa lah hal lainnya yang positif. Tapi di suatu hari saat dia sedang ujian dikealas. Entah tau kenapa dia terlihat beda, dari bahasa tubuhnya atau raut wajahnya terlihat dia tak berdaya dimakan kepanikannya, mungkinkah dia panik karena sebelumnya tidak mencabuti rambut-rambut yang ada di ketiaknya ataukah dia panik karena sebelumnya ‘maaf’ tidak ee’ dulu, sehingga sakit perut. Oh tapi saya tidak tahu kenapa dia benar-benar panik. Dan kepanikannya yang dia rasakan saat itu menyebabkan si orang tersebut ya panik dan amburadul lah hasil ujiannya pun, karena dia tidak bisa fokus akan soal-soal yang dia dapatkan. Kepanikkan lah yang melulu dia pikirkan dan tercipta lah dia orang yang benar-benar panik.

Terlalu banyak kasus yang berbanding lurus dengan judul diatas, mungkin. Semisal contoh nih, saya temukan kembali seseorang (wah bakat euy jadi penemu), sedikit cerita, saya juga penemu nih,,,ahahahaha :P. penemu uang recehan yang selalu mamah saya simpan di atas timbangan. Kembali lagi kita adalah apa yang kita pikirkan mengenai diri kita sendiri, ketika kita berfikir, wah saya bisa nih ngelakuin ini, maka insya allah kita bisa ngelakuinnya dengan keinginan yang kuat, tapi saat kita berfikir/merasa, akh saya meles/tidak bisa nih ngelakuinnya (kalah sebelum perang), terus rasa malas, malas dan malas yang menyelimuti maka ya bener-bener maleslah yang kita dapatkan. Dan ketika seseorang merasa dirinya PD, penting , dengan atribut yang dia kenakan,dapatkan,siapkan dan tidak di makan maka jadilah dia orang yang benar-benar PD (walau kadang PD nya berlebih mungkin) tentu saja bukan ke nerveous-an yang dia tampilkan pada orang-orang. Dan lainnya .

Mungkin sebagian orang bisa mengamininya akan buku yang saya baca itu. Yang sebagian saya bawakan dengan cara saya sendiri (semoga saja benar (sambil berharap)). Dan sebagian yang tidak mengamininya. Ga asik dong kalau hidup melulu diwarnai pro tanpa dihiasi kontra. Dan sebaliknya. Betul atau tidak betulnya ga usah di jawab.



Bandung, 30 des 2009
Terinspirasi, saat saya sedang mandi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar